belajar statistika

Satria berjalan ke arah meja di sudut restoran cepat saji itu dengan kedua tangannya membawa food tray, “here's your mcnuggets isi sembilan and the iced coffee” ujarnya dengan senyum tipis lalu memindahkan makanan ke atas meja.

“haha, thankyou Sa” Bianca terkekeh pelan.

“lo ngga makan nasi?” tanya Satria seraya menggeser posisi duduknya menjadi lebih dekat dengan jendela. Ia lalu membuka kembali buku tulisnya.

“engga, tadi gue di rumah udah makan nasi sih” Bianca menggeleng pelan.

“oh okay” Satria mengangguk mengerti dan tangannya membolak balikkan lembaran kertas rangkuman yang ia buat lalu ia menoleh ke Bianca lagi, “by the way lo udah paham sama yanh gue ajarin tadi ngga? do you want me to explain it one more time?”

“masih nyoba nyoba kerjain yang ini sih”

“mana? coba liat?” Satria memajukan badannya.

“oh kalo ini lo tinggal urutin angkanya” Satria menunjuk deretan angka pada buku Bianca menggunakan pulpen, “kalo di data ini kan angka sepuluh yang paling kecil” Ia membentuk lingkaran.

“nah ini lo urutin sampe angka lima puluh yang paling gede, terus lo cari mediannya”

“ngerti ngga?”

“okay i see i see, coba gue kerjain yang bawahnya sendiri” Bianca mengangguk yakin dan paham.

“makan dulu, minum dulu” Satria menyodorkan makanan dan minuman pesanan perempuan di depannya itu agar bisa dijangkau dengan mudah oleh Bianca. 

Namun yang diajak bicara tidak menjawab apapun, Bianca terlalu fokus dengan soal soal dihadapannya. Satria tertawa pelan sembari menggigit cheese burgernya. Ia tau bahwa Bianca ingin bisa matematika, mengingat pelajaran memusingkan ini sangat susah baginya. Satria membiarkannya bergelut dengan latihan soal yang Bianca kerjakan sementara ia juga mencoba coba mengerjakan soal latihan dimensi tiga dan tidak kalah memusingkan dari statistika. Malah lebih sulit.

“udah selesai, capekkk” Bianca menekuk satu persatu jarinya setelah selesai mengerjakan soal terakhir.

“iya berhenti aja dulu, ntar lanjut lagi” sahut Satria dengan perhatian yang fokus ke buku.

“kok lo bisa pinter banget Sa? keren”

“idk tho, gue dulu waktu masih di perut dibacain rumus rumus sama nyokap”

“what?? seriously??” tanya Bianca tidak percaya.

“iya, my mom is a doctor” jawab Satria lalu tertawa pelan, “dulu dia pengen anaknya pinter matematika, jadi iseng baca baca buku matematika”

“wah pantes lo anak IPA ya, nyokapnya dokter gini” puji Bianca membuat Satria tertawa lagi.

“Reynand juga sih, bokapnya dosen geografi makanya dia pinter banget geonya”

“oh iya ngomongin Reynand, lo deket sama dia ya?” Satria mengubah topik pembicaraan.

“iya, we're dating tho” jawab Bianca dengan suara rendah, “jangan bilang siapa siapa, gue ngga nyaman soalnya dia banyak yang suka di sekolah” Bianca pikir Satria bukan orang yang gimana gimana, jadi aman aman saja jika Ia tau Bianca dan Reynand sudah pacaran.

“why would i tell anyone kalo lo pacaran sama Reynand tho??”

“lol i'm just kinda afraid if someday bicarain yang engga engga”

“is he okay if i'm here with you now?”

“yup, he's fine” Bianca membentuk lingkaran menggunakan jarinya sebagai tanda “oke”, “what about you? lo lagi deket sama siapa?” Bianca bertanya balik.

“ngga ada”

“hah? ngga mungkin lah, siapa coba yang ngga ngincer cowo kaya lo??? anak band, basket, ketos lagi” Bianca menyedot sedikit kopinya, “pasti ada lah yang deketin lo”

“lol mungkin ada, tapi gue belum nemu yang cocok”