“cacaa!” “iyaa” Reynand sudah berdiri di depan gerbang depan rumah Bianca. Penampilannya biasa saja, hanya kaos putih dan celana jersey serta jaket abu abu. Yang ngebuat nggak biasa saja itu kacamata, dan rambutnya yang ia ikat kebelakang. Siapapun yang melihatnya pasti speechless, termasuk Bianca. Untung saja ia masih bisa mengontrol wajahnya.
“nih ca, dibeliin nyokap gue buat lo” Reynand menyodorkan toast dan 2 cup kopi didalam satu kantong plastik pada Bianca.
“sampein ke nyokap lo thankyou ya Rey, nggak usah repot repot lain kali. Gue jadi nggak enak nih” Bianca menerima pemberian Reynand.
“santai aja kali ca” Reynand tersenyum tipis, “yuk, jadi jalan?”
“yukk”
Mereka hanya berjalan jalan di kompleks Bianca. Beberapa orang terlihat didepan rumah mereka, membeli makanan, ataupun sekedar duduk duduk dan berbincang bincang.
“mau ca?” “hah? apa?” tanya Bianca bingung.
“tuh” Reynand menunjuk gerobak nasi goreng yang berhenti di salah satu rumah.
“enggak deh Rey, toast dari lo aja belum gue makan”
“kali aja mau, hehe” Reynand terkekeh.
“kapan kapan deh makan nasi goreng bareng” ajak Bianca.
“ayo! besok gimana?”
“boleh boleh aja, ayo deh”
“gas aja gue ca, rumah sini situ doang yakan” jawab Reynand dengan cepat.
Mereka terus berbincang bincang sambil menikmati angin malam yang sebenarnya bisa bikin masuk angin. Keduanya berakhir duduk di ayunan yang ada di playground kecil.
“nih lo pake” Reynand melepas jaketnya.
“nggak usah Rey, gue udah biasa dingin kok” Bianca juga kedinginan sebenarnya, hanya saja ia takut salah tingkah.
Reynand menyelampirkan jaketnya di kedua pundak Bianca, “anginnya lumayan kenceng, ntar lo masuk angin lagi”
“eh” Bianca akhirnya salah tingkah gara gara Reynand.
“jangan lama lama ye, ntar lo dicariin orang rumah” ujar Reynand lalu mengayunkan pelan ayunan yang ia duduki.
“siapa yang mau cari gue? gue nggak pulang juga nggak masalah kok rey” Bianca tersenyum getir.
Reynand melihat Bianca jadi khawatir. Perempuan di sebelah nya itu tidak sebahagia yang orang lain lihat, banyak beban yang harus ia tanggung. Sendirian. Meskipun begitu ia tidak menunjukkan kesulitannya pada orang terdekatnya, hanya Reynand saja.
Bianca tidak punya pilihan lain saat terakhir kali ia berada di mobil Reynand sehabis kerja kelompok. Ia menumpahkan semua emosinya saat itu, dan untung saja Reynand bisa mengerti keadaannya.
“gue tau lo kuat kok ca” Reynand menatap kedua mata Bianca.
“iyalah Rey, kalo gue udah nyerah pasti gue udah nggak ada. Nggak bisa jalan jalan sama lo kek gini” Bianca lagi lagi membentuk senyuman di bibirnya, seolah olah memberi isyarat pada lelaki disebelahnya itu bahwa dirinya masih kuat menghadapi semuanya.
Reynand hanya tersenyum lalu mengacak acak rambut Bianca.
“Reynaaand rambut guee” protes Bianca lalu merapikan kembali rambutnya.
“sorry, sengaja”
“ih, ada ada aja tingkah lo” Bianca mencubit lengan Reynand dan berhasil membuatnya menjingkat pelan, “anjir sakit ca”