aeri

writing purpose for alternate universe

“nih, from reynand with love” ia meletakkan sandwich tuna di meja Bianca lalu membentuk tanda saranghae dengan jarinya.

“EA EA EA” seru Rachel dan Alex bersamaan.

“gue terimah sandwich nya, love nya enggak” goda Bianca pada Reynand.

“yahhhh” kali ini Bintang dan Jeje membalas secara bersamaan.

“ekhm” Reynand berdehem membalas godaan Bintang.

“lo kapan Jeee, nerima cinta gue?” Bintang balik bertanya pada Jeje di sebelahnya.

“diem atau lo gue pukul, Bin?”

“pukul aja gapapa, aku rela” jawab Bintang sambil menutup matanya menghayati peran.

“anjing, rada alergi ke uwu an gue” Rachel meringis melihat dua temannya itu.

“sama, tapi kalo uwu nya ke elo gue gas ngueng”

“bacot al, kantin ga?”

“GAS NGUENG” jawab Alex menyusul Rachel berjalan keluar kelas, “gue mau tebar pesona di kantin dulu ya, bye para bucin”


Reynand dan Bintang berakhir bermain basket bersama beberapa anak sekelasnya dan dari kelas sebelah juga. Jika sudah begini, pasti murid murid perempuan langsung ngumpul di pinggir lapangan untuk melihat Reynand dan Bintang. Mereka berdua tergolong siswa yang terkenal, apalagi Reynand adalah kapten basket tim inti dan Bintang yang seorang tiktoker.

Sedangkan Bianca dan Jeje mengikuti mereka berdua duduk di dekat lapangan sambil makan sandwich. Jangan tanya Sherra dimana, dia pasti tertidur di kelas.

“kebiasaan kalo ada Reynand sama Bintang pasti lapangan selalu rame”

“iya juga ya, gue gatau kalo sebanyak ini yang suka sama mereka” balas Bianca lalu menggigit makanannya.

“masa lo gatau?” tanya Jeje pada Bianca.

“kalo Bintang sih gue tau, Reynand yang gue gatau”

“belom ada Alex, kalo ada dia pasti lebih rame lagi” ujar Jeje, “aneh banget, suka kok sama 3 orang gajelas”

“ini sih alesan gue gatau mau nerima Bintang apa ngga” sambung Jeje lagi.

“lah kenapa anjir? kalo suka ya gapapa kali Je, dia kan juga suka sama lo”

“fans nya bejibun anjir, belom lagi yang ngga dari sekolah sini”

“followers nya Bintang dulu cuma 120 ribuan, sekarang udah nyampe 1,7 juta tau” tutur Jeje, “jadi siapa yang gatau Bintang coba”

“so u're afraid of getting hate comments gitu if someday lo berdua dating?”

“banget anjir, terakhir kali gue dimention Bintang di snapgramnya aja banyak yang stalk akun gue sampe komen komen di ig gue”

“ga aneh aneh sih cuma nanya 'lo pacarnya Bintang ya?' ada juga yang bilang 'ohhh ini yang lagi deket sama Bintang' gitu jadi akhirnya gue private ig gue”

“rada serem juga sih”


Reynand berhasil mencetak point. Siswa perempuan yang berada di pinggir lapangan langsung berteriak senang, kebanyakan dari mereka merupakan adik kelas namun tidak sedikit juga yang anak seangkatan.

“KEREN BANGET GUE PARAH” seru Reynand dengan pedenya.

“gue juga keren banget anjir, masih bisa lay up” balas Bintang.

Karena beberapa menit lagi bel masuk, mereka memutuskan untuk mengakhiri permainan. Reynand kemudian duduk di sebelah Bianca.

“lo aneh sih rey, main basket waktu istirahat” Bianca membuka pembicaraan.

“emang kenapa?” tanya Reynand sambil terkekeh.

“keringetann lahh, ntar seragamnya basah”

Reynand melepas kancing bajunya di hadapan Bianca. Melihat itu, Bianca langsung kaget dan bingung.

“nih, pake kaos gue”

“jadi yang kena keringet kaos nya doang, tinggal dicopot deh ntar ditoilet” Reynand tertawa pelan.

“Reynand!”

“oitt, apa Nay?”

Bianca menoleh ke arah asal suara, seorang perempuan menghampiri Reynand. Ia terlihat familiar, namun Bianca tidak kenal.

“nih ambil” ia memberikan sebotol air mineral kepada Reynand, “tadi gue beli rice bowl di kantin terus dapet air, gue udah ada minum jadi gue kasih ke lo soalnya kebetulan disini”

“kebetulan gue haus, makasih ye”

“sama sama, lo ntar latihan ya?”

“iya, jam 5 sama sekalian seleksi adek kelas juga sih”

“Reynand, gue balik kelas ya” Bianca memotong pembicaraan mereka dengan sopan.

“oh oke Ca, kalo keliatan pak Budi otw kelas chat gue ya” balas Reynand.

“beres heheh, bye”

Reynand membuka helmnya dan menoleh ke arah rumah besar di depannya.

“panggil nggak ya? ntar kalo gue dateng dia malah makin dimarahin gimana anjir?” gumamnya.

“duh anjing, kasian Caca”

Mbak Ita yang akan mengunci pintu garasi melihat Reynand disitu, “temennya non Caca ya?”

“nah mbak, tolong panggilin Caca ya bilang aja mau ngasih tugas” ujar Reynand agar Bianca bisa terhindar dari ayahnya yang kejam itu.

Nggak lama kemudian Bianca keluar dengan sedikit terburu buru. Wajahnya basah dan matanya sembab.

“Reynand” Bianca tersenyum seolah tidak terjadi apapun sebelumnya, namun lelaki didepannya itu tidak membalas senyumannya. Ia terlihat khawatir.

Reynand turun dari motornya, meraih tubuh Bianca kedalam pelukannya. Tangis Bianca langsung tumpah saat itu juga.

“nangis aja sampe lo puas ya Ca, gue tungguin”

Bianca menangis sampai terisak isak. Reynand sebenarnya ingin menanyakan apa yang barusaja terjadi sampai Bianca menelfonnya, namun jika situasinya seperti ini maka lebih baik menunggunya tenang dulu.

Reynand paling benci jika melihat perempuan menangis atau bersedih. Apalagi jika itu orang terdekatnya seperti Bianca sekarang. Meskipun ia tidak tau apa masalahnya, ia tau siapa yang menyebabkan Bianca seperti ini.

Ia juga sudah tau kenapa Bianca kaget saat tangannya akan diobati oleh Reynand waktu itu. Itu semua ulah Arga, yang sering bertindak kasar pada anaknya.

“udah lega?” tanya Reynand ketiga Bianca memundurkan badannya.

Bianca mengangguk dan tersenyum tipis, “jelek banget ya muka gue kalo abis nangis” Ia bercermin di kaca spion sepeda motor Reynand.

“paan si Ca, lo tetep cantik”

“gombal mulu, dasar buaya”

“buayanya ganteng kek gue gini, siapa yang ngga klepek klepek” jawab Reynand enteng.

“dih pede banget lo?”

“lah iya apa iyaa?” Reynand mulai menggoda Bianca.

“y gede” jawab Bianca.

“tapi kata Bintang, gue kadang mukanya mirip kodok”

“HAHAHA, KODOK?” Bianca tertawa mendengar perkataan Reynand.

“gatau anjir, anak setan emang” Reynand tersenyum memandang Bianca.

“btw, thankyou ya Reynand” Bianca berbalik memandang Reynand.

“iyee, lo tidur ya jangan begadang Caca” ujar Reynand, Bianca hanya mengangguk.

“bilang ke gue kalo ada apa apa, Gue pasti ada buat bantuin lo”

“tadi gue bener bener mentok Rey, gatau mau ngomong ke siapa lagi”

“awalnya gue mau telfon Rachel, Jeje kalau ngga Sherra, tapi yang tau masalah gue cuma lo”,

“iya, lo hubungin gue aja ya” Reynand tersenyum tulus pada Bianca di hadapannya.

“udah ngga boleh nangis, gue ngga suka liat lo nangis” Reynand mengusap air mata yang tersisa di pipi Bianca.

“byee, thankyou udah dianter”

“no problem babee, bye”

“byee Cacaa”

Bianca membuka gerbang rumahnya setelah mobil Rachel dan teman temannya pergi. Mbak Ita tidak lama keluar dari garasi, wajahnya terlihat seperti buru buru.

“non lewat tangga belakang aja ya?”

“kenapa mbak?” tanya Bianca bingung.

“ee itu non” Mbak Ita gantian bingung mencari alasan, “ruang tengah masih kotor, belum dibersihin” terlihat tidak masuk akal tapi juga ngga salah sih.

“ngga papa mbak, cuma lewat aja kok lagian aku langsung ke kamar”

Mbak Ita tidak tau cara memberi tahu Bianca bagaimana. Bianca kemudian masuk ke dalam rumah. Badannya dibuat lemas melihat pemandangan yang tidak mengenakkan di ruang tamu namun ia masih berusaha biasa saja, seperti biasanya.

Arga sedang berada di ruang tamu bersama Eva, sekertarisnya sendiri yang sekarang berubah menjadi pacarnya. Kedua nya sedang duduk di sofa menonton film. Eva menyandarkan kepalanya pada Arga yang memeluk badan wanita itu. Terlihat beberapa batang rokoo di asbak dan sebotol wine.

Bianca melemparkan sepatunya asal lalu menutup pintu dengan keras, sebagai protes untuk keberadaan Eva di rumahnya. Arga dan Eva menoleh kaget. Wajah ayahnya itu berubah menjadi murka, sedangkan Eva memutar bola matanya malas.

“keganggu ya?” tanya Bianca dengan senyum miring yang terbentuk di bibirnya. Sebenarnya ia hanya pura pura kuat saja, di dalam hatinya ia ingin menangis.

“jaga mulut kamu!” bentak Arga marah.

“kenapa? Caca cuma nanya ke Eva  keganggu ngga lo ada gue dateng?” tanya Bianca sekali lagi.

“tau sopan santun nggak lo?” balas Eva yang masih duduk di sofa. Bianca ingin menghampiri Eva namun ditahan oleh ayahnya.

plak!

Sebuah tamparan dari Arga mendarat di pipi anaknya.

“dasar nggak tau malu!” Arga berteriak di depan wajah Bianca.

Air mata Bianca seketika terkumpul di pelupuk matanya. Tamparan dari ayahnya sudah seringkali mendarat di wajahnya. Bahkan lebih dari itu juga sering ia rasakan.

“anterin aku pulang ke apartment aja, mas” Eva berdiri dan mengambil tasnya dengan wajah malas.

Sementara itu Bianca memandang Eva dengan penuh kebencian kemudian naik ke kamarnya.

Evannia, sekertaris Arga yang menjadi penyebab keretakan keluarga Wijaya. Wanita berumur 27 tahun itu datang ke kehidupan mereka dengan seenaknya dan mengambil Arga dari keluarga kecilnya yang awalnya bahagia dan sekarang menjadi berantakan.

Tepatnya kemarin, saat Bianca menangis di toilet sekolah. Berita di tv, social media, dan berbagai website mengabarkan tentang hubungan Arga dan Eva yang barusaja dipublikasikan setelah ditutupi selama beberapa bulan itu.

“Arga Wijaya, founder dari AW Entertainment yang merupakan perusahaan televisi terbesar ketiga sudah memiliki kekasih setelah setahun bercerai dengan istrinya”

Bianca membaca isi berita itu dari awal sampai akhir. Tagline berita itu terngiang ngiang di pikirannya dan membuatnya marah, sakit hati, kecewa semuanya menjadi satu di kepalanya.


Reynand barusaja selesai mandi kemudian hpnya berdering beberapa kali.

“pasti Alex ngajak login ml nih” Reynand meraih hpnya di atas meja belajar.

“lah Caca” Reynand mengangkat telfonnya.

“Re-Reynand” suara dari telfon terlihat memilukan.

“Ca??”

Tidak ada jawaban dari Bianca. Kemudian terdengar suara isakan tangis. Reynand langsung tau apa yang terjadi.

“Ca? Lo gapapa? Gue kesana”

“nggak Rey nggak perlu, gue nggapapa kok” jawab Bianca terdengar buru buru.

Reynand menyisir rambutnya kebelakang dengan tanganya, “lo nangis ini Ca, and u just said that you are okay?”

Bianca tidak menjawab apapun, lagi lagi terdengar suara isakan tangis dari sana. Reynand menghela nafasnya pelan, “okay, lo nangis aja dulu biar lega ya”

Sekitar 2 menit Bianca tidak berbicara, hanya menangis dan semakim membuat Reynand khawatir.

brak!

Suara pintu yang dibuka secara keras terdengar dari telfon Bianca. Reynand langsung terduduk di pinggir kasurnya.

“Ca, is everything okay?” tanya Reynand cepat.

“emang anak nggak tau malu!”

Telfon langsung mati. Reynand bangkit dari tempat tidurnya dan keluar kamar.

Bianca mengelap air matanya lalu membasuh wajahnya dengan air keran yang mengalir. Suasana hatinya sedagg tidak baik sekarang.

“masa gini doang gue nangis sih” gumamnya pada diri sendiri lalu seraya mengeringkan wajahnya dengan tissue, “cupu banget”

Ia kemudian masuk ke salah satu bilik toilet untuk berganti baju.

“eh Reynand nungguin Alex lagi tuh, lo tetep ngga mau nungguin gue gitu?”

“minggu depan aja deh, gue ada rapat”

Suaranya terdengar hanya dua orang. Bianca ingin mengintip namun sepertinya waktu nya dirasa kurang tepat.

“lo udah dapet nomor nya?”

“belom, ntar aja. Bentar lagi kan sport week, sekalian gue minta nomor nya”

“mulus banget modus lo, pinter sih caranya”

“iyalah, gue gituloh. Apalagi Rey kan kapten basket jadi gue pasti langsung hubungan sama dia”

“eh gue udah di chat buat rapat nih, yuk cabut”

Ketika sepertinya sudah ngga ada orang, Bianca keluar dari bilik toilet tersebut. Ia hari ini menunggui Rachel dan Jeje ekskul dance seperti biasa. Alasannya selalu ikut mereka berdua adalah, tidak suka berada di rumah.

Sebenarnya Bianca masih kepo siapa yang membicarakan Reynand di toiley tadi, namun ia sedang badmood.

“oi ca!” seru Alex begitu melihat Caca keluar dari toilet.

“halo Al, Rachel sama Jeje masih dikantin? atau udah ke studio?”

“gatau deh gue, ini gue mau ambil tas yang ketinggalan di lobby gara gara Bintang dibuat senderan sama dia” Alex menggaruo pelan kepalanya, “orangnya pulang, tas gue ditinggal anying”

Bianca tertawa pelan, “yaudah lo ambil deh Al”

“udah jam 3 lewat, kek nya Rachel sama Jeje udah di studio deh”

“oh oke oke, gue kesana dulu ya Al”

“yoi yoi Ca”

Bianca memasuki studio tempat anak anak ekskul dance biasanya berlatih yang berupa sebuah ruangan dikelilingi kaca.

“yaampun Ca, gue kira lo pulang” Jeje menoleh melihat Bianca yang duduk di dekat music player.

“cuci muka gue, sama ganti baju ini”

“njir lama banget” sahut Rachel sambil mengikat rambut pendeknya.

“ketemu Alex tadi gue, nyariin tasnya” Bianca terkekeh.

“tuh bocah bener bener emang, padahal dia yang punya video koreografi nya malah ga cepetan balik” protes Rachel lalu berkaca di cermin depannya.

Di studio, mereka tidak dilatih oleh pelatih di setiap pertemuan melainkan berlatih sendiri seperti layaknya dance club yang belajar dance kpop. Pelatih hanya datang beberapa kali sebulan, lebih sering jika adz lomba.

Nggak lama setelah itu, Alex datang kembali bersama Reynand. Alex langsung bergabung dengan teman teman se ekskulnya yang lain, sedangkan Reynand duduk di dekat tas Alex sambil meminum habis air minumnya. Baik dirinya dan Bianca sama sama tidak menyadari kehadiran satu sama lain. Baju seragam Reynand sudah dikeluarkan dan sedikit berantakan. Ia melihat sekeliling lalu mendapati Bianca yang duduk sendirian dengan pandangan yang terlihat kosong. Reynand tersenyum dan menghampiri perempuan berbaju putih itu.

“oit, sendiri aja” Reynand kemudian duduk di sebelah Bianca.

“eh Reynand” Bianca menoleh kearah Reynand di sebelahnya, “iya biasanya juga sendirian kan gue kalo nungguin Jeje sama Rachel”

“iya sih, kita baru ngomong ngomong kalo lagi ekskul gini juga kan?”

“hehehe iya, lo abis darimana?”

“basketan sih tadi, sama Bintang sama anak anak laennya”

Reynand memandangi Bianca sekilas, matanya sembab seperti barusaja menangis.

“mau ke kantin ngga Ca? temenin gue beli makan atau apa gitu daripada disini doang”

“emang ngga papa?” tanya Bianca, ia memikirkan tentang seseorang yang sepertinya menyukai Reynand di toilet tadi. Overthinking nya mulai kambuh.

“hah? ya nggapapa lahh emang kenapa?”

“hehe, yaudah ayo”


Reynand menjilat eskrimnya sambil berjalan di sebelah Bianca. Mereka memutuskan untuk pergi ke lapangan karena bosan di studio mulu.

“lo bisa basket ngga Ca?” tanya Reynand sambil mengambil salah satu bolah basket di keranjang.

“bisa lah, apa yang gue ngga bisa?”

“berarti jadi pacar gue bisa dong?”

Wajah Bianca berubah merah, salting.

“kok diem? jawab dong” Reynand smirk lalu memantulkan bola basket nya ke tanah.

“besok pelajaran pertama apa ya Rey? ada tugas ngga?”

“ekhm ngalihin topik nih” Reynand semakin menjahili Bianca, “salting ya lo?”

Bianca mencubit pelan lengan Reynand, “sotoy, nggak lah”

“ehhh, sakit” Reynand menjengit pelan karena cubitan kecil Bianca, “tapi kok ngga dijawab? salting ya? kiw”

“kok lo sekarang ngusilin gue mulu? parah deh lo” Bianca mencoba untuk mencubit Reynand lagi

“TIDAKKK KENAAA” ejek Reynand lagi dan lagi.

Keduanya berakhir bercanda. Bianca mau nyubit Reynand tapi ia langsung menghindar dan ketawa ketawa mengejek. Sampai akhirnya Bianca tersandung kakinya sendiri dan terjatuh. Untungnya tangan kekar Reynand menahan badannya untuk mencapai tanah.

Mata mereka bertemu untuk beberapa saat hingga,

“KEUWUAN APALAGI INI ASTAGA” teriak Alex yang melewati koridor di depan lapangan basket saat itu.

Bianca mengelap air matanya lalu membasuh wajahnya dengan air keran yang mengalir. Suasana hatinya sedagg tidak baik sekarang.

“masa gini doang gue nangis sih” gumamnya pada diri sendiri lalu seraya mengeringkan wajahnya dengan tissue, “cupu banget”

Ia kemudian masuk ke salah satu bilik toilet untuk berganti baju.

“eh Reynand nungguin Alex lagi tuh, lo tetep ngga mau nungguin gue gitu?”

“minggu depan aja deh, gue ada rapat”

Suaranya terdengar hanya dua orang. Bianca ingin mengintip namun sepertinya waktu nya dirasa kurang tepat.

“lo udah dapet nomor nya?”

“belom, ntar aja. Bentar lagi kan sport week, sekalian gue minta nomor nya”

“mulus banget modus lo, pinter sih caranya”

“iyalah, gue gituloh. Apalagi Rey kan kapten basket jadi gue pasti langsung hubungan sama dia”

“eh gue udah di chat buat rapat nih, yuk cabut”

Ketika sepertinya sudah ngga ada orang, Bianca keluar dari bilik toilet tersebut. Ia hari ini menunggui Rachel dan Jeje ekskul dance seperti biasa. Alasannya selalu ikut mereka berdua adalah, tidak suka berada di rumah.

Sebenarnya Bianca masih kepo siapa yang membicarakan Reynand di toiley tadi, namun ia sedang badmood.

“oi ca!” seru Alex begitu melihat Caca keluar dari toilet.

“halo Al, Rachel sama Jeje masih dikantin? atau udah ke studio?”

“gatau deh gue, ini gue mau ambil tas yang ketinggalan di lobby gara gara Bintang dibuat senderan sama dia” Alex menggaruo pelan kepalanya, “orangnya pulang, tas gue ditinggal anying”

Bianca tertawa pelan, “yaudah lo ambil deh Al”

“udah jam 3 lewat, kek nya Rachel sama Jeje udah di studio deh”

“oh oke oke, gue kesana dulu ya Al”

“yoi yoi Ca”

Bianca memasuki studio tempat anak anak ekskul dance biasanya berlatih yang berupa sebuah ruangan dikelilingi kaca.

“yaampun Ca, gue kira lo pulang” Jeje menoleh melihat Bianca yang duduk di dekat music player.

“cuci muka gue, sama ganti baju ini”

“njir lama banget” sahut Rachel sambil mengikat rambut pendeknya.

“ketemu Alex tadi gue, nyariin tasnya” Bianca terkekeh.

“tuh bocah bener bener emang, padahal dia yang punya video koreografi nya malah ga cepetan balik” protes Rachel lalu berkaca di cermin depannya.

Di studio, mereka tidak dilatih oleh pelatih di setiap pertemuan melainkan berlatih sendiri seperti layaknya dance club yang belajar dance kpop. Pelatih hanya datang beberapa kali sebulan, lebih sering jika adz lomba.

Nggak lama setelah itu, Alex datang kembali bersama Reynand. Alex langsung bergabung dengan teman teman se ekskulnya yang lain, sedangkan Reynand duduk di dekat tas Alex sambil meminum habis air minumnya. Baik dirinya dan Bianca sama sama tidak menyadari kehadiran satu sama lain. Baju seragam Reynand sudah dikeluarkan dan sedikit berantakan. Ia melihat sekeliling lalu mendapati Bianca yang duduk sendirian dengan pandangan yang terlihat kosong. Reynand tersenyum dan menghampiri perempuan berbaju putih itu.

“oit, sendiri aja” Reynand kemudian duduk di sebelah Bianca.

“eh Reynand” Bianca menoleh kearah Reynand di sebelahnya, “iya biasanya juga sendirian kan gue kalo nungguin Jeje sama Rachel”

“iya sih, kita baru ngomong ngomong kalo lagi ekskul gini juga kan?”

“hehehe iya, lo abis darimana?”

“basketan sih tadi, sama Bintang sama anak anak laennya”

Reynand memandangi Bianca sekilas, matanya sembab seperti barusaja menangis.

“mau ke kantin ngga Ca? temenin gue beli makan atau apa gitu daripada disini doang”

“emang ngga papa?” tanya Bianca, ia memikirkan tentang seseorang yang sepertinya menyukai Reynand di toilet tadi. Overthinking nya mulai kambuh.

“hah? ya nggapapa lahh emang kenapa?”

“hehe, yaudah ayo”


Reynand menjilat eskrimnya sambil berjalan di sebelah Bianca. Mereka memutuskan untuk pergi ke lapangan karena bosan di studio mulu.

“lo bisa basket ngga Ca?” tanya Reynand sambil mengambil salah satu bolah basket di keranjang.

“bisa lah, apa yang gue ngga bisa?”

“berarti jadi pacar gue bisa dong?”

Wajah Bianca berubah merah, salting.

“kok diem? jawab dong” Reynand smirk lalu memantulkan bola basket nya ke tanah.

“besok pelajaran pertama apa ya Rey? ada tugas ngga?”

“ekhm ngalihin topik nih” Reynand semakin menjahili Bianca, “salting ya lo?”

Bianca mencubit pelan lengan Reynand, “sotoy, nggak lah”

“ehhh, sakit” Reynand menjengit pelan karena cubitan kecil Bianca, “tapi kok ngga dijawab? salting ya? kiw”

“kok lo sekarang ngusilin gue mulu? parah deh lo” Bianca mencoba untuk mencubit Reynand lagi

“TIDAKKK KENAAA” ejek Reynand lagi dan lagi.

Keduanya berakhir bercanda. Bianca mau nyubit Reynand tapi ia langsung menghindar dan ketawa ketawa mengejek. Sampai akhirnya Bianca tersandung kakinya sendiri dan terjatuh. Untungnya tangan kekar Reynand menahan badannya untuk mencapai tanah.

Mata mereka bertemu untuk beberapa saat hingga,

“KEUWUAN APALAGI INI ASTAGA” teriak Alex yang melewati koridor di depan lapangan basket saat itu.

“ngejemput jeje dia” ujar Alex setelah membuka pesan dari Bintang.

“anjir bucin banget tai, pantes si jeje gue tawarin nebeng bilangnya engga mau” sahut Rachel lalu merubah posisi duduknya.

“ya tandanya udah mulai itu sama bintang si jeje nya” jawab Sherra santai.

“itu apaan?”

“suka”

“njir ambigu babi” jawab Alex lalu duduk di sebelah Reynand.

Mereka semua sedang berada di halaman depan rumah Reynand, menunggu Bintang dan Jeje datang.

“gapengen pesen dulu nihh? laper gue brou” tawar Rachel.

“iya, gue juga belum makan malem nih”

“Al pesenin dong” suruh Reynand ke Alex begitu mendengar penuturan Bianca yang belum makan malam.

“si anying, gue dijadiin babu” protes Alex, “dimana sih? nasgor tempat biasa deket sini kan?”

“iye, buruan”

“ini lo nggak ikut gitu? terus gue kesana sendirian?”

“ya iyalah anjir, gue yg punya rumah masa gue juga ikut?”

“setan, yaudah ayok buruan pesen apa ini lo lo pada?”

“gue pedes pake telor deh Al” ujar Rachel.

“gue gapedes ya Al, pake telor juga” sambung Bianca.

“gue samain kek biasa ya, cepet gapake lemot” ujar Reynand sambil cekikikan menggoda Alex.

“cot bacot bacot bacot bacot cot” Alex lalu berdiri dan berjalan keluar.

Klakson sepeda motor Bintang berbunyi. Ia berhenti di depan rumah Reynand, ada Jeje di jok belakang.

“Bin anterin gue ke nasgor depan buruan” Alex tanpa babibu langsung naik ke jok belakang motor Bintang begitu Jeje turun dan masuk ke dalam.

“yaelahhhh sini situ doang babi, yaudah ayok”


Mereka bertujuh masih berkumpul meskipun nasi goreng yang tadi dibeli sudah habis. Seperti biasa, bukan Bintang kalau ngga main tiktok, apalagi ada Reynand dan Alex yang narsis nya pake banget. Rachel juga ikutan masuk di video Bintang. Sedangkan Jeje, Bianca dan Sherra masih menghabiskan nasi goreng mereka.

“udahan ya anjir, draftt gue penuh” ujar Bintang sambip mengutak stik hp nya.

“post yang gue nge wink ye, ganteng banget sumpah” Reynand kemudian senyum senyum sendiri melihat hasil tiktokannya.

“jangan, post yang ini aja anjir gue joget ngocok telor” sahut Alex.

“ini?”

“IYA, NAH BUSET KEREN BANGET GUE”

“PFFTT, MUKA LO KEK KUDA NYENGIR” ejek Rachel sambil menunjuk hp Bintang.

“anjing” umpat Bintang sambil tertawa keras, “bener sih”

“sini gue liat” Jeje mengambil hp Bintang, “gue juga mau liat” balas Bianca.

“kaya keledainya di film shrek gak sih lo Al?” tanya Bianca dengan muka polos nya memastikan wajah Alex.

“HAAHAHAH IYA YA DILIAT RADA MIRIP” Jeje ikut tertawa keras.

“gue baru kepikiran sih setelah 5 taun kita temenan ternyata muka lo mirip keledai Al” Reynand kembali melemparkan candaan ke Alex yang dari tadi cuma membalas mereka dengan misuh misuh.

Bianca sontak tertawa keras karena Reynand. Yang menyebabkan ia tertawa hanya tersenyum memandang muka perempuan di sebelahnya itu.

“asem banget mulu gue ehm ehm” sindir Bintang kearah Reynand yang memperhatikan Bianca.

“yaudin, sebat lah anj-”

“sst, diem” potong Bintang saat Alex mau melanjutkan kata kata nya.

“lagi jaim depan calon dia mah” sahut Reynand.

“lo juga ga sih Rey? kan biasanya juga nye-”

“brisik bangke”

“cacaa!” “iyaa” Reynand sudah berdiri di depan gerbang depan rumah Bianca. Penampilannya biasa saja, hanya kaos putih dan celana jersey serta jaket abu abu. Yang ngebuat nggak biasa saja itu kacamata, dan rambutnya yang ia ikat kebelakang. Siapapun yang melihatnya pasti speechless, termasuk Bianca. Untung saja ia masih bisa mengontrol wajahnya.

“nih ca, dibeliin nyokap gue buat lo” Reynand menyodorkan toast dan 2 cup kopi didalam satu kantong plastik pada Bianca.

“sampein ke nyokap lo thankyou ya Rey, nggak usah repot repot lain kali. Gue jadi nggak enak nih” Bianca menerima pemberian Reynand.

“santai aja kali ca” Reynand tersenyum tipis, “yuk, jadi jalan?”

“yukk”

Mereka hanya berjalan jalan di kompleks Bianca. Beberapa orang terlihat didepan rumah mereka, membeli makanan, ataupun sekedar duduk duduk dan berbincang bincang.

“mau ca?” “hah? apa?” tanya Bianca bingung.

“tuh” Reynand menunjuk gerobak nasi goreng yang berhenti di salah satu rumah.

“enggak deh Rey, toast dari lo aja belum gue makan”

“kali aja mau, hehe” Reynand terkekeh.

“kapan kapan deh makan nasi goreng bareng” ajak Bianca.

“ayo! besok gimana?”

“boleh boleh aja, ayo deh”

“gas aja gue ca, rumah sini situ doang yakan” jawab Reynand dengan cepat.

Mereka terus berbincang bincang sambil menikmati angin malam yang sebenarnya bisa bikin masuk angin. Keduanya berakhir duduk di ayunan yang ada di playground kecil.

“nih lo pake” Reynand melepas jaketnya.

“nggak usah Rey, gue udah biasa dingin kok” Bianca juga kedinginan sebenarnya, hanya saja ia takut salah tingkah.

Reynand menyelampirkan jaketnya di kedua pundak Bianca, “anginnya lumayan kenceng, ntar lo masuk angin lagi”

“eh” Bianca akhirnya salah tingkah gara gara Reynand.

“jangan lama lama ye, ntar lo dicariin orang rumah” ujar Reynand lalu mengayunkan pelan ayunan yang ia duduki.

“siapa yang mau cari gue? gue nggak pulang juga nggak masalah kok rey” Bianca tersenyum getir.

Reynand melihat Bianca jadi khawatir. Perempuan di sebelah nya itu tidak sebahagia yang orang lain lihat, banyak beban yang harus ia tanggung. Sendirian. Meskipun begitu ia tidak menunjukkan kesulitannya pada orang terdekatnya, hanya Reynand saja.

Bianca tidak punya pilihan lain saat terakhir kali ia berada di mobil Reynand sehabis kerja kelompok. Ia menumpahkan semua emosinya saat itu, dan untung saja Reynand bisa mengerti keadaannya.

“gue tau lo kuat kok ca” Reynand menatap kedua mata Bianca.

“iyalah Rey, kalo gue udah nyerah pasti gue udah nggak ada. Nggak bisa jalan jalan sama lo kek gini” Bianca lagi lagi membentuk senyuman di bibirnya, seolah olah memberi isyarat pada lelaki disebelahnya itu bahwa dirinya masih kuat menghadapi semuanya.

Reynand hanya tersenyum lalu mengacak acak rambut Bianca.

“Reynaaand rambut guee” protes Bianca lalu merapikan kembali rambutnya.

“sorry, sengaja”

“ih, ada ada aja tingkah lo” Bianca mencubit lengan Reynand dan berhasil membuatnya menjingkat pelan, “anjir sakit ca”

“cacaa!” “iyaa” Reynand sudah berdiri di depan gerbang depan rumah Bianca. Penampilannya biasa saja, hanya kaos putih dan celana jersey serta jaket abu abu. Yang ngebuat nggak biasa saja itu kacamata, dan rambutnya yang ia ikat kebelakang. Siapapun yang melihatnya pasti speechless, termasuk Bianca. Untung saja ia masih bisa mengontrol wajahnya.

“nih ca, dibeliin nyokap gue buat lo” Reynand menyodorkan toast dan 2 cup kopi didalam satu kantong plastik pada Bianca.

“sampein ke nyokap lo thankyou ya Rey, nggak usah repot repot lain kali. Gue jadi nggak enak nih” Bianca menerima pemberian Reynand.

“santai aja kali ca” Reynand tersenyum tipis, “yuk, jadi jalan?”

“yukk”

Mereka hanya berjalan jalan di kompleks Bianca. Beberapa orang terlihat didepan rumah mereka, membeli makanan, ataupun sekedar duduk duduk dan berbincang bincang.

“mau ca?” “hah? apa?” tanya Bianca bingung.

“tuh” Reynand menunjuk gerobak nasi goreng yang berhenti di salah satu rumah.

“enggak deh Rey, toast dari lo aja belum gue makan”

“kali aja mau, hehe” Reynand terkekeh.

“kapan kapan deh makan nasi goreng bareng” ajak Bianca.

“ayo! besok gimana?”

“boleh boleh aja, ayo deh”

“gas aja gue ca, rumah sini situ doang yakan” jawab Reynand dengan cepat.

Mereka terus berbincang bincang sambil menikmati angin malam yang sebenarnya bisa bikin masuk angin. Keduanya berakhir duduk di ayunan yang ada di playground kecil.

“nih lo pake” Reynand melepas jaketnya.

“nggak usah Rey, gue udah biasa dingin kok” Bianca juga kedinginan sebenarnya, hanya saja ia takut salah tingkah.

Reynand menyelampirkan jaketnya di kedua pundak Bianca, “anginnya lumayan kenceng, ntar lo masuk angin lagi”

“eh” Bianca akhirnya salah tingkah gara gara Reynand.

“jangan lama lama ye, ntar lo dicariin orang rumah” ujar Reynand lalu mengayunkan pelan ayunan yang ia duduki.

“siapa yang mau cari gue? gue nggak pulang juga nggak masalah kok rey” Bianca tersenyum getir.

Reynand melihat Bianca jadi khawatir. Perempuan di sebelah nya itu tidak sebahagia yang orang lain lihat, banyak beban yang harus ia tanggung. Sendirian. Meskipun begitu ia tidak menunjukkan kesulitannya pada orang terdekatnya, hanya Reynand saja.

Bianca tidak punya pilihan lain saat terakhir kali ia berada di mobil Reynand sehabis kerja kelompok. Ia menumpahkan semua emosinya saat itu, dan untung saja Reynand bisa mengerti keadaannya.

“gue tau lo kuat kok ca” Reynand menatap kedua mata Bianca.

“iyalah Rey, kalo gue udah nyerah pasti gue udah nggak ada. Nggak bisa jalan jalan sama lo kek gini” Bianca lagi lagi membentuk senyuman di bibirnya, seolah olah memberi isyarat pada lelaki disebelahnya itu bahwa dirinya masih kuat menghadapi semuanya.

Reynand hanya tersenyum lalu mengacak acak rambut Bianca.

“Reynaaand rambut guee” protes Bianca lalu merapikan kembali rambutnya.

“sorry, sengaja”

“ih, ada ada aja tingkah lo” Bianca mencubit lengan Reynand dan berhasil membuatnya menjingkat pelan, “anjir sakit ca”

jdeidjjdxm zjsidkdk xjsixkkxxm zudiskdmd


xjdkdj

“guyss jangan pulang dulu, tunggu bentar” Bianca menyuruh temannya untuk menunggu sedangkan ia berlari ke srah mobilnya di parkiran sekolah.

“hah ngapain emang? mau main?” tanya Rachel kebingungan.

“bentaar”

Sesampainya di mobil, Mas Adit sopir keluarga Bianca memberikan beberapa kantong titipannya, “ini non, sudah dipanasin sama mbak Ita kaya pesenannya non tadi”

“oke mas, makasih ya. Tunggu bentar ya mas” jawab Bianca lalu kembali ke dalam lobby sekolah.

“nih, nepatin janji gue kemarin” Bianca membagikan paperbag kecil satu persatu kepada teman temannya.

“AAAAA BROWNIES KESUKAAN GUE” seru Jeje kegirangan setelah membuka bungkusan dari Bianca.

“ntar pulang tinggal paperbagnya doang sih ini ca, thankyou babii” ujar Rachel ikut senang.

“diabisin yes, gue bikin kemaren malem itu jadi masih freeeshhh”

“lo bikin 2 hari lalu juga masih enak ya anjir, makanan lo nggak pernah ngga enak” sahut Sherra lalu mencomot sedikit brownies miliknya.

“eh Reynand sama temen temennya pada kemana?” tanya Bianca melihat sekelilingnya.

Jeje menoleh kanan kiri, “noh, lagi jalan. Udah kek most wantednya sekolah aja anjir”

“not gonna lie, emang tiga tiganya lumayan terkenal sih di sekolah menurut gue” Rachel menoleh sekilas ke arah ketiga teman cowoknya itu.

“iya juga, secara Reynand kapten tim basket, Bintang tiktoker terus anak band, Alex?” Jeje ikut berpedapat.

“ganteng?”

“whoopsie, jujur banget neng” goda Bianca mendengar Rachel.

“kiw, bau bau cinlok beneran” sahut Sherra sambil mengunyah browniesnya.

“nggak nggak gue gasuka, tapi emang sianjing satu itu ganteng sih”

“WASSAPPP PEOPLEEEE” teriak Alex menghampiri mereka berempat.

“kata Rachel lo gant—”

“kata gue sih lo diem aja ya Sherra”

“eh, ini buat lo bertiga, dimakan ya awas lo” Bianca memotong pembicaraan Rachel dengan memberikan brownies buatannya kepada Alex, Reynand dan Bintang.

“yatuhan pas banget gue lagi laper, thankyou ca” ujar Alex kegirangan.

“thankyou cacaa, ntar kalo gue bisa bikin gue kasih lo juga. Tapi gatau kapan hehe” sahut Reynand tertawa kecil.

“lo makan doang sih Rey, ngga mungkin masak masakan” jawab Bianca tersenyum pada teman bangku depannya itu.

“ENAK BANGET ANJIR!” seru Bintang sambil memakan browniesnya.

“buset kuping gue” protes Alex sambil menepuk pantat sahabatnya itu.

“lo daftar mastechef lolos gue yakin nih”

“ga dulu Bin, yaudah gue pulang dulu yaa udah ditungguin sopir” pamit Bianca lalu berjalan keluar lobby.

“hati hati cacaa” Reynand melambaikan tangannya.

“buset hati hati busetttt” sindir Alex senyum senyum penuh arti.

____________

Sesampainya di rumah, ternyata Arga sedang duduk di meja makan dengan laptopnya. Tumben sekali ia berada di rumah di jam segini, biasanya ia pulang larut malam atau keesokan harinya.

“ini kamu yang bikin?” tanya Arga begitu melihat anaknya masuk ke dalam rumah. Bianca terkejut melihat papanya berada di rumah.

“iya” jawabnya tapo tidak ada balasan dari Arga, Bianca akhirnya melanjutkan aktivitas mencopot sepatunya.

“papa makan satu tadi” Bianca dibuat speechless mendengar penuturan papanya itu, tidak biasanya ia memakan makanan bikinan anaknya. Malah lebih sering berakhir di tempat sampah, atau tidak disentuh sama sekali.

“enak pa?” tanya Bianca sedikit takut.

“ya” jawab Arga datar, “lumayan”

Senyum kecil terbentuk di bibir tipis anak bungsu nya itu. Jika tidak uring uringan, Arga tidak akan main fisik atau berteriak pada Bianca. Namun Arga jarang seperti ini sejak bercerai dengan istrinya, Vivian. Bianca mirip dengan mamanya, mulai dari wajah sampai kebiasaannya—salah satu alasan kenapa Arga benci dengan Bianca. Pria berumur 44 tahun itu sangat susah ditebak pikirannya.